Pages

29 Mar 2008

Syahwat Politik

Tahta atau kuasa (al-jah) selalu diminati, bahkan diperebutkan oleh manusia sepanjang waktu. Alasannya, karena manusia mengira, dengan memiliki kuasa, ia akan menggapai apa saja yang menjadi keinginannya. Tak heran bila daya tarik (baca: syahwat) politik itu begitu tinggi. Menurut Imam Ghazali, syahwat politik itu jauh lebih besar ketimbang syahwat harta. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh tiga faktor.

Pertama, kuasa dapat mendatangkan harta. Dengan kuasa, manusia bisa menumpuk kekayaan. Tidak demikian sebaliknya. Diakui, untuk mencapai kuasa, manusia butuh harta, tetapi tidak setiap orang yang telah menghabiskan begitu banyak harta, dengan sendirinya ia mencapai tahta.

Kedua, kuasa menimbulkan efek popularitas yang luar biasa. Begitu seorang dinobatkan sebagai pejabat, demikian Ghazali, maka seketika itu ia akan menjadi masyhur di seluruh pelosok negeri. Dalam dunia modern, popularitas itu akan bertambah besar bila ia mampu memanfaatkan dukungan media massa.

Ketiga, pengaruh kuasa relatif lebih dalam dan tahan lama. Pada sebagian orang, pengaruh kuasa menimbulkan loyalitas yang sangat tinggi, bahkan kesetiaan sampai mati. Tidak demikian dengan pengaruh harta.

Kuasa sebagai sesuatu yang secara alamiah digandrungi manusia, tentu bukanlah sesuatu yang dilarang oleh agama. Setiap orang, demikian Ghazali, boleh mendapatkannya, asalkan dengan cara yang baik (halal) dan dipergunakan untuk kebaikan pula. Dalam hal ini, ada dua hal menurut Ghazali yang perlu diperhatikan.

Pertama, kita tak boleh mencapai tahta dengan cara-cara yang tidak halal, seperti menipu, berbuat curang atau menunjukkan kualitas agama dengan berpura-pura menjadi orang shaleh. Perbuatan yang terakhir ini dinilai Ghazali sebagai kejahatan besar (jarimah) terhadap agama.

Kedua, setelah mencapai kuasa, orang diminta agar bekerja keras dan menggunakan kuasa yang dimiliki untuk kesejahteraan rakyat. Di sini berlaku kaidah tasharruf al-imam manuth bi al-mashlahat (sepak terjang seorang imam harus relevan dengan kepentingan dan kemaslahatan rakyat).

Demi kesejahteraan rakyat, ia dituntut agar berbuat jujur dan adil, serta amanah. Inilah makna firman Allah, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.'' (QS An-Nisa [4]: 58). Wallahu a'lam.

28 Mar 2008

مر حبا بحضوركم في بيتي

Asslamau'lykum

puja da puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kepada saya sebuah motivasi untuk membuat blog kecil ini, Shalawat serta salam tetap ke curahkan kepada junjungan alam yang telah meunjukan umatnya kedalam cahaya yang trang menderang..
terimakasih ana ucapkan kpada teman-teman yang telah mau berkunjung ke blog ana ini walau sebentar, dan ana berharap blog ana dapat bermanfaat untuk anda dan umat muslim semuanya.
janagn lupa isi masukan, saran kritik dan komentarnya di dalam shout box ya!



muadz jamaludin
islamabad, april 2008